LATAR BELAKANG
Kongres
Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan yang diselenggarakan pada tanggal 22
s.d 25 Juli 2007 di Hotel Clarion Makassar adalah kongres pertama yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan. Kongres internasional tersebut dihadiri oleh pakar dari dalam
dan luar negeri dan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,
M. Jusuf Kalla. Kongres Bahasa-Bahasa
Daerah Sulawesi Selatan ke-1 bertujuan menghimpun gagasan dan pemikiran pakar dan pemerhati bahasa daerah Sulawesi Selatan khususnya, sebagai
landasan perumusan kebijakan untuk revitalisasi pemertahanan, dan pengembangan
bahasa-bahasa daerah; penyusunan program
pembakuan bahasa, penyusunan kurikulum muatan lokal, dan penyusunan buku teks
bahasa daerah.
Kongres
Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I
tahun 2007 telah menghasilkan empat (4) butir rekomendasi penting yang akan
menjadi dasar lahirnya program penguatan jati diri bangsa dan penguatan bahasa nasional melalui usaha pemertahanan,
pelestarian, dan pengembangan bahasa daerah Sulawesi Selatan, yaitu bahasa
Bugis, Makassar, dan Toraja. Pokok-pokok rekomendasi tersebut yakni: 1)
Pembuatan dan penetapan Peraturan Daerah tentang revitalisasi, pemertahanan, dan
pengembangan bahasa dan sastra daerah
Sulawesi Selatan; 2) mendorong penelitian pengembangan aksara Bugis-Makassar;
3) pembentukan Dewan Bahasa dan Sastra Daerah pada tingkat Provinsi, dan
Kabupaten-Kota; dan 4) pencanangan Gerakan
bangga Berbahasa Daerah (GBBD). Rekomendasi
tersebut dilahirkan dalam rangka
menentukan arah dan perkembangan bahasa daerah Sulawesi Selatan melalui
kebijakan strategis yang perlu ditindaklanjuti.
Setelah
kongres bahasa-bahasa daerah Sulawesi
Selatan berlangsung selama empat tahun,
ada beberapa rekomendasi yang disepakati bersama untuk diimplementasikan
sebagai usaha merevitalisasi dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah Sulawesi
Selatan. Salah satu program yang menjadi implemetasi
rekomendasi Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I tahun 2007
adalah program pengadaan dan peningkatan
jumlah guru bahasa daerah di Sulawesi Selatan. Kurangnya minat dan jumlah guru
bahasa daerah menjadi salah satu faktor penyebab kesenjangan produktivitas
pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah. Program tersebut, Pendidikan
Sarjana Guru Bahasa Daerah (PSGBD), diselenggarakan di Universitas Hasanuddin
sebagai kerjasama UNHAS dan PEMPROV SULSEL berdasarkan Perjanjian Kerjasama
Nomor: C/VII/KAPP/Tahun 2008 dan Nomor 207/HPO/2008. Program tersebut bertujuan
untuk mencetak SDM guru bahasa daerah yang handal. Output Program PSGBD
tersebut, untuk mengisi kebutuhan guru bahasa dan sastra daerah secara bertahap
pada jenjang pendidikan SD, SMP,dan SMU di Sulawesi Selatan.
Besarnya
perhatian pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka penguatan,
pelestarian, dan pemertahanan bahasa daerah
perlu diapresiasi, termasuk untuk mewujudkan beberapa rekomendasi lain
hasil Kongres I yang belum terselenggara sebagai bentuk kesinambungan atas
gagasan-gagasan dari rekomendasi Kongres I tersebut. Pentingnya hal tersebut
diselenggarakan mengingat peran dan fungsi bahasa daerah di Sulawesi Selatan
semakin mengalami deferensiasi.
Kondisi umum yang
menimpa bahasa-bahasa daerah di Indonesia di tengah era globalisasi dewasa ini,
umumnya menunjukkan situasi yang memprihatinkan. Realitas menunjukkan bahwa
hampir seluruh bahasa daerah mengalami pelemahan posisi dari hari ke hari, tak
terkecuali bahasa-bahasa daerah yang berpenutur tinggi di Indonesia seperti
bahasa Jawa, Bali, Sunda, Banjar, Lampung, dan Batak. Situasi kebahasaan justru
lebih memprihatinkan pada bahasa yang memiliki penutur lebih rendah sehingga
kecenderungan menuju ke arah kepunahan semakin cepat. Demikian halnya dengan bahasa-bahasa daerah di
Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Toraja, Massenrempulu dan sebagainya) juga
mengalami situasi kebahasaan yang sama. Tanda-tanda kepunahan semakin tampak
dan sudah berada di ujung mata. Salah satu-diantara sekian banyak fenomena menuju kearah kepunahan
bahasa-apabila bahasa tersebut sebagai bahasa daerah sekaligus bahasa ibu- adalah
semakin berkurangnya penutur dan semakin kurangnya intensitas penggunaan
bahasa daerah tersebut, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan
sosial.
Secara umum,
kondisi kebahasaan bagi beberapa
bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan yang telah dituturkan beratus-ratus
tahun telah mengalami pelemahan dengan
kondisi yang semakin memperihatinkan. Beberapa dialek dan subdialek
bahasa daerah tertentu di Sulawesi Selatan sudah menunjukkan ancaman kepunahan
(dangerous). Bahasa daerah yang
dimaksud misalnya bahasa Wotu, Pamona, Limolang, yang merupakan subdialek
bahasa Tae atau dialek bahasa Toraja;
beberapa bahasa dan dialek dan subdialek, seperti bahasa Leyolo di
kabupaten Selayar; bahasa Tomabbalo di kabupaten Barru; bahasa Dentong yang
berada pada isogloss, kabupaten Bone, Maros, Bulukumba, Sinjai-, sudah
mengalami penurunan jumlah penutur. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik
maka status bahasa-bahasa tersebut berada dalam status ‘terancam punah”. Situasi tersebut tentu saja perlu mendapat
perhatian besar, agar bahasa-bahasa tersebut
benar-benar tidak mengalami kematian atau kepunahan.
Demikian halnya
bahasa Bugis, Makassar, dan Toraja yang merupakan bahasa daerah mayor di
Sulawesi Selatan dewasa ini juga telah mengalami penurunan jumlah penutur.
Banyak hal yang menjadi faktor penyebab pergeseran tersebut. Sikap
negatif-positif penutur, menjadi titik sumbu bertahan atau bergesernya
bahasa-bahasa daerah tersebut. Selain
itu, kurangnya usaha pendokumentasian bahasa dan hasil sastra lisan; dan belum
adanya usaha mencanangkan bahasa daerah tersebut sebagai mata pelajaran muatan lokal di
sekolah-sekolah, dan masih banyak faktor lain!
Untuk itu, perlu
diusahakan upaya-upaya pemertahanan, penguatan, pemartabatan sebagai bentuk
revitalisasi bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan- semaksimal mungkin
secara terencana dan sistematis. Keberadaan Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan pada
tanggal 22 s.d 25 Juli 2007 telah
melahirkan tekad bersama, yaitu sepakat melakukan upaya pemertahanan
bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan sebagai salah satu upaya menguatkan
jati diri bangsa.
Salah satu poin rekomendasi Kongres
Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I tahun 2007, yakni pembentukan Dewan
Bahasa dan Sastra Daerah pada tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk
mempersiapkan kongres lanjutan setiap empat tahun sekali. Maksud daripada pelaksanaan kongres sekali setiap empat tahun
adalah untuk memberi perhatian bahasa daerah secara berkesinambungan, melakukan
evaluasi, dan menggagaskan ide-ide mutakhir mengenai upaya lanjutan dalam
rangka program pengembangan dan pemertahanan
bahasa –bahasa daerah di Sulawesi Selatan.
Pelaksanaan
Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I tahun 2007 telah mencermati gagasan-gagasan stategis
berdasarkan kondisi bahasa daerah di Sulawesi Selatan, sehingga lahirlah
rekomendasi yang akan menjadi dasar penetapan program-program pemberdayaan,
penguatan, dan pelestarian bahasa daerah di masa mendatang. Sebagai bentuk
kesinambungan gagasan serta memahami kondisi perkembangan bahasa daerah terkini
yang semakin mengalami pergeseran maka dianggap penting mengadakan Kongres
Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan II
tahun 2012.
DASAR:
1. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indoensia Tahun 1945, Bab
XV, Pasal 22 dan 36 beserta
penjelasannya.
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan
Bahasa Daerah
4. Politik Bahasa Nasional dan
menggariskan kedudukan dan fungsi bahasa daerah sebagai: 1) lambang kebanggaan
daerah; 2) lambang identitas daerah; 3) alat perhubungan di dalam keluarga dan
masyarakat daerah; 4 ) sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia;
serta 5) pendukung budaya daerah dan bahasa dan sastra Indoensia.
5. Pola dasar Pembangunan Daerah
Sulawesi Selatan dan Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
6. Rekomendasi Kongres Internasional
Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan Tahun 2007 nomor 4 ayat a, yaitu mempersiapkan Kongres Bahasa-Bahasa
Daerah Sulawesi Selatan setiap empat tahun sekali.
TEMA:
“Mewujudkan Jati Diri Masyarakat Melalui Revitalisasi
Bahasa-Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan dalam Bentuk Penguatan, Pemantapan, dan Pelestarian sebagai Usaha Pemerkayaan Bahasa Nasional”
Subtema dan Topik Bahasan
Topik dan Subtopik
1. Bahasa Daerah dalam Komunikasi
Sehari-hari
1.1 Nilai etika dan kesantunan dalam
berbahasa daerah
1.2 Bahasa daerah sebagai sarana
komunikasi dalam keluarga dan kehidupan sosial sehari-hari
1.3 Bahasa daerah sebagai perwujudan
jati diri etnis
1.4 Bahasa daerah sebagai pelayanan
public
2. Sastra Daerah dan Nilai-Nilai
Budaya
2.1 Pengungkapan dan pemantapan jati
diri dan kearifan lokal dalam sastra daerah menuju bangsa yang berkarakter.
2.2 Kearifan lokal yang mengusung
semangat Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka sastra daerah
2.3 Pengungakapan nilai-nilai luhur
dalam sastra daerah
2.4 Sastra daerah sebagai alat
pelestarian budaya
3. Pengajaran Bahasa dan Sastra
Daerah
3.1 Kompetensi pengajar bahasa dan
sastra daerah
3.2 Bahan ajar bahasa dan sastra
daerah dalam kurikulum dan pembukuan
3.3 Model pembelajaran bahasa dan sastra
daerah
3.4 Pembelajaran bahasa daerah pada
pendidikan anak usia dini dan generasi muda
4. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Daerah
4.1
Tudang Sipulung sebagai media pembinaan bahasa dan sastra daerah
4.2
Strategi
pemertahanan bahasa dan sastra daerah
4.3
Bahasa dan
sastra daerah di tengah kemajuan iptek
4.4
Pembakuan
ejaan dan aksara lontarak dalaam hubungannya dengan pengentasan buta aksara
4.5
Peranan
media massa dalam pelestarian bahasa dan sastra daerah
TUJUAN:
Kongres
bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan II tahun 2012 ini bertujuan sebagai
berikut:
1. Menghimpun ide-ide dan gagasan
mutakhir pada pakar, pemerhati, dan profesional bahasa daerah Sulawesi Selatan
untuk menjadi bahan pertimbangan dalam rangka perumusan kebijakan mengenai kebahasaan
dan kebudayaan yang ada di provinsi Sulawesi Selatan.
2. Melakukan evaluasi program dan
kebijakan kebahasaan yang dilahirkan pada Kongers sebelumnya.
3. Mendorong dan meningkatkan program
pembinaan dan pengembangan bahasa daerah di Sulawesi Selatan dalam bentuk
penelitian dan penyebarluasannya.
4. Merumuskan program pembakuan
sistem keaksaraan, perkamusan dalam rangka peningkatan pembelajaran bahasa
daerah di Sulawesi Selatan.
5. Menggalakkan penggunaan akasara
dan bahasa daerah dalam rangka menunjang program pemberantasan buta aksara di
Sulawesi Selatan.
6. Melahirkan konsep bahan pembejaran
efektif bahasa daerah untuk
diimplementasikan di sekolah-sekolah mulai dari
jenjang SD, SMP, hingga SMA.
7. Melanjutkan agenda kongres empat
tahunan yang diamanatkan dalam kongres bahasa-bahasa daerah I tahun 2007.
PEMBICARA/PEMAKALAH:
Kongres
ini bertaraf internasional dan akan
menghadirkan pembicara/pemakalah, antara lain:
1.
Pemakalah
Utama
a.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
b.
Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
c.
Gubernur
Sulawesi Selatan
2.
Pemakalah
Luar Negeri
a.
Jepang
b.
Cina
c.
Korea
d.
Australia
e.
Amerika.
3.
Pemakalah
dalam negeri
a.
Pakar
bahasa dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di tanah air.
b.
Pakar
bahasa Bugis, Makassar, Toraja,
Massenrempulu, dan bahasa daerah lain dari berbagai instansi dan perguruan tinggi di
Sulawesi Selatan.
4. Pemakalah umum terdiri atas
bahasawan, sastrawan, budayawan, dan tokoh masyarakat dari berbagai etnis yang
ada di Sulawesi Selatan,
WAKTU DAN TEMPAT
1. Waktu pelaksanaan tanggal 1 s.d 4 Oktober 2012
2. Kongres akan dilaksanakan di Hotel
Clarion, Makassar. (tentatif)
PESERTA:
1. Peserta berasal dari dalam dan luar negeri.
2. Peserta dari dalam negeri terdiri
atas:
a. Pakar, peneliti, dan pemerhati bahasa-bahasa
daerah yang diundang sebagai pemakalah;
b. Peserta dari mahasiswa dan
masyarakat lainnya yang memiliki perhatian;
c. Wakil-wakil instansi dan
lembaga-lembaga pendidikan dan kebudayaan;
3. Peserta dari luar negeri terutama
pakar-pakar dari Malaysia, Brunai Darrussalam, Singapura, Filipina,
Jepang, Korea, Cina, Australia, Amerika, dan Eropa serta dari Afrika Selatan
dan Madagaskar.