Jumat, 29 Juni 2012

Tentang Kongres Bahasa-Bahasa Daerah II Sulawesi Selatan 2012

LATAR BELAKANG
Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan yang diselenggarakan pada tanggal 22 s.d 25 Juli 2007 di Hotel Clarion Makassar adalah kongres pertama yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Kongres internasional tersebut dihadiri oleh pakar dari dalam dan luar negeri dan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, M. Jusuf Kalla. Kongres  Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan ke-1 bertujuan menghimpun gagasan dan  pemikiran pakar dan pemerhati bahasa  daerah Sulawesi Selatan khususnya, sebagai landasan  perumusan kebijakan untuk  revitalisasi pemertahanan, dan pengembangan bahasa-bahasa daerah;  penyusunan program pembakuan bahasa, penyusunan kurikulum muatan lokal, dan penyusunan buku teks bahasa daerah.
Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan  I tahun 2007 telah menghasilkan empat (4) butir rekomendasi penting yang akan menjadi dasar lahirnya program penguatan jati diri bangsa dan penguatan  bahasa nasional melalui usaha pemertahanan, pelestarian, dan pengembangan bahasa daerah Sulawesi Selatan, yaitu bahasa Bugis, Makassar, dan Toraja. Pokok-pokok rekomendasi tersebut yakni: 1) Pembuatan dan penetapan Peraturan Daerah tentang  revitalisasi, pemertahanan, dan pengembangan  bahasa dan sastra daerah Sulawesi Selatan; 2) mendorong penelitian pengembangan aksara Bugis-Makassar; 3) pembentukan Dewan Bahasa dan Sastra Daerah pada tingkat Provinsi, dan Kabupaten-Kota; dan 4)  pencanangan Gerakan bangga Berbahasa Daerah (GBBD).  Rekomendasi tersebut  dilahirkan dalam rangka menentukan arah dan perkembangan bahasa daerah Sulawesi Selatan melalui kebijakan strategis yang perlu ditindaklanjuti.
Setelah kongres bahasa-bahasa  daerah Sulawesi Selatan berlangsung selama  empat tahun, ada beberapa rekomendasi yang disepakati bersama untuk diimplementasikan sebagai usaha merevitalisasi dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah Sulawesi Selatan. Salah satu program yang menjadi implemetasi rekomendasi Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I tahun 2007 adalah  program pengadaan dan peningkatan jumlah guru bahasa daerah di Sulawesi Selatan. Kurangnya minat dan jumlah guru bahasa daerah menjadi salah satu faktor penyebab kesenjangan produktivitas pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah. Program tersebut, Pendidikan Sarjana Guru Bahasa Daerah (PSGBD), diselenggarakan di Universitas Hasanuddin sebagai kerjasama UNHAS dan PEMPROV SULSEL berdasarkan Perjanjian Kerjasama Nomor: C/VII/KAPP/Tahun 2008 dan Nomor 207/HPO/2008. Program tersebut bertujuan untuk mencetak SDM guru bahasa daerah yang handal. Output Program PSGBD tersebut, untuk mengisi kebutuhan guru bahasa dan sastra daerah secara bertahap pada jenjang pendidikan SD, SMP,dan SMU di Sulawesi Selatan.
Besarnya perhatian pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka penguatan, pelestarian, dan pemertahanan bahasa daerah  perlu diapresiasi, termasuk untuk mewujudkan beberapa rekomendasi lain hasil Kongres I yang belum terselenggara sebagai bentuk kesinambungan atas gagasan-gagasan dari rekomendasi Kongres I tersebut. Pentingnya hal tersebut diselenggarakan mengingat peran dan fungsi bahasa daerah di Sulawesi Selatan semakin mengalami deferensiasi.
Kondisi umum yang menimpa bahasa-bahasa daerah di Indonesia di tengah era globalisasi dewasa ini, umumnya menunjukkan situasi yang memprihatinkan. Realitas menunjukkan bahwa hampir seluruh bahasa daerah mengalami pelemahan posisi dari hari ke hari, tak terkecuali bahasa-bahasa daerah yang berpenutur tinggi di Indonesia seperti bahasa Jawa, Bali, Sunda, Banjar, Lampung, dan Batak. Situasi kebahasaan justru lebih memprihatinkan pada bahasa yang memiliki penutur lebih rendah sehingga kecenderungan menuju ke arah kepunahan semakin cepat. Demikian  halnya dengan bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Toraja, Massenrempulu dan sebagainya) juga mengalami situasi kebahasaan yang sama. Tanda-tanda kepunahan semakin tampak dan sudah berada di ujung mata. Salah satu-diantara sekian  banyak fenomena menuju kearah kepunahan bahasa-apabila bahasa tersebut sebagai bahasa daerah sekaligus bahasa  ibu- adalah  semakin berkurangnya penutur dan semakin kurangnya intensitas penggunaan bahasa daerah tersebut, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sosial.
Secara umum, kondisi kebahasaan  bagi beberapa bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan yang telah dituturkan beratus-ratus tahun telah mengalami pelemahan dengan  kondisi yang semakin memperihatinkan. Beberapa dialek dan subdialek bahasa daerah tertentu di Sulawesi Selatan sudah menunjukkan ancaman kepunahan (dangerous). Bahasa daerah yang dimaksud misalnya bahasa Wotu, Pamona, Limolang, yang merupakan subdialek bahasa Tae atau dialek bahasa Toraja;  beberapa bahasa dan dialek dan subdialek, seperti bahasa Leyolo di kabupaten Selayar; bahasa Tomabbalo di kabupaten Barru; bahasa Dentong yang berada pada isogloss, kabupaten Bone, Maros, Bulukumba, Sinjai-, sudah mengalami penurunan jumlah penutur. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik maka status bahasa-bahasa tersebut berada dalam status ‘terancam punah”.  Situasi tersebut tentu saja perlu mendapat perhatian besar, agar bahasa-bahasa tersebut  benar-benar tidak mengalami kematian atau kepunahan.
Demikian halnya bahasa Bugis,  Makassar, dan Toraja  yang merupakan bahasa daerah mayor di Sulawesi Selatan dewasa ini juga telah mengalami penurunan jumlah penutur. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab pergeseran tersebut. Sikap negatif-positif penutur, menjadi titik sumbu bertahan atau bergesernya bahasa-bahasa daerah tersebut.  Selain itu, kurangnya usaha pendokumentasian bahasa dan hasil sastra lisan; dan belum adanya usaha mencanangkan bahasa daerah tersebut sebagai  mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah, dan masih banyak faktor lain!
Untuk itu, perlu diusahakan upaya-upaya pemertahanan, penguatan, pemartabatan sebagai bentuk revitalisasi bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan- semaksimal mungkin secara terencana dan sistematis. Keberadaan Kongres  Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan pada tanggal  22 s.d 25 Juli 2007 telah melahirkan tekad bersama, yaitu sepakat melakukan upaya pemertahanan bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan sebagai salah satu upaya menguatkan jati diri bangsa.
Salah satu poin rekomendasi Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I tahun 2007, yakni pembentukan Dewan Bahasa dan Sastra Daerah pada tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk mempersiapkan kongres lanjutan setiap empat tahun sekali. Maksud daripada  pelaksanaan kongres sekali setiap empat tahun adalah untuk memberi perhatian bahasa daerah secara berkesinambungan, melakukan evaluasi, dan menggagaskan ide-ide mutakhir mengenai upaya lanjutan dalam rangka program pengembangan dan pemertahanan bahasa –bahasa daerah di Sulawesi Selatan.
Pelaksanaan Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan I tahun 2007 telah  mencermati gagasan-gagasan stategis berdasarkan kondisi bahasa daerah di Sulawesi Selatan, sehingga lahirlah rekomendasi yang akan menjadi dasar penetapan program-program pemberdayaan, penguatan, dan pelestarian bahasa daerah di masa mendatang. Sebagai bentuk kesinambungan gagasan serta memahami kondisi perkembangan bahasa daerah terkini yang semakin mengalami pergeseran maka dianggap penting mengadakan Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan II  tahun 2012.  
DASAR:
1.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia  Tahun 1945, Bab XV,  Pasal 22 dan 36 beserta penjelasannya.
2.  Undang-Undang Nomor  24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
3.  Peraturan Menteri  Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah
4.  Politik Bahasa Nasional dan menggariskan kedudukan dan fungsi bahasa daerah sebagai: 1) lambang kebanggaan daerah; 2) lambang identitas daerah; 3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah; 4 ) sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia; serta 5) pendukung budaya daerah dan bahasa dan sastra Indoensia.
5.  Pola dasar Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
6.  Rekomendasi Kongres Internasional Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan Tahun 2007 nomor 4 ayat  a, yaitu mempersiapkan Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan setiap empat tahun sekali.

 TEMA:

“Mewujudkan  Jati Diri Masyarakat Melalui Revitalisasi Bahasa-Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan dalam Bentuk  Penguatan, Pemantapan, dan Pelestarian   sebagai Usaha Pemerkayaan Bahasa Nasional”
Subtema dan Topik Bahasan
Topik dan Subtopik
1.    Bahasa Daerah dalam Komunikasi Sehari-hari
1.1   Nilai etika dan kesantunan dalam berbahasa daerah
1.2   Bahasa daerah sebagai sarana komunikasi dalam keluarga dan kehidupan sosial sehari-hari
1.3   Bahasa daerah sebagai perwujudan jati diri etnis
1.4   Bahasa daerah sebagai pelayanan public
2.    Sastra Daerah dan Nilai-Nilai Budaya
2.1 Pengungkapan dan pemantapan jati diri dan kearifan lokal dalam sastra daerah menuju bangsa yang berkarakter.
2.2 Kearifan lokal yang mengusung semangat Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka sastra daerah
2.3 Pengungakapan nilai-nilai luhur dalam sastra daerah
2.4 Sastra daerah sebagai alat pelestarian budaya
3.    Pengajaran Bahasa dan Sastra Daerah
3.1   Kompetensi pengajar bahasa dan sastra daerah
3.2   Bahan ajar bahasa dan sastra daerah dalam kurikulum dan pembukuan
3.3   Model pembelajaran bahasa dan sastra daerah
3.4   Pembelajaran bahasa daerah pada pendidikan anak usia dini dan generasi muda
4.    Pembinaan  dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Daerah
4.1         Tudang Sipulung sebagai media  pembinaan bahasa dan sastra daerah
4.2         Strategi pemertahanan bahasa dan sastra daerah
4.3         Bahasa dan sastra daerah di tengah kemajuan iptek
4.4         Pembakuan ejaan dan aksara lontarak dalaam hubungannya dengan pengentasan buta aksara
4.5         Peranan media massa dalam pelestarian bahasa dan sastra daerah


TUJUAN:

Kongres bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan II tahun 2012 ini bertujuan sebagai berikut:
1.  Menghimpun ide-ide dan gagasan mutakhir pada pakar, pemerhati, dan profesional bahasa daerah Sulawesi Selatan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam rangka perumusan kebijakan mengenai kebahasaan dan kebudayaan yang ada di provinsi Sulawesi Selatan.
2.  Melakukan evaluasi program dan kebijakan kebahasaan yang dilahirkan pada Kongers sebelumnya.
3.  Mendorong dan meningkatkan program pembinaan dan pengembangan bahasa daerah di Sulawesi Selatan dalam bentuk penelitian dan penyebarluasannya.
4.  Merumuskan program pembakuan sistem keaksaraan, perkamusan dalam rangka peningkatan pembelajaran bahasa daerah di Sulawesi Selatan.
5.  Menggalakkan penggunaan akasara dan bahasa daerah dalam rangka menunjang program pemberantasan buta aksara di Sulawesi Selatan.
6.  Melahirkan konsep bahan pembejaran efektif bahasa daerah  untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah mulai dari  jenjang SD, SMP, hingga SMA.
7.  Melanjutkan agenda kongres empat tahunan yang diamanatkan dalam kongres bahasa-bahasa daerah I tahun 2007.

PEMBICARA/PEMAKALAH:
         
Kongres ini bertaraf internasional dan akan  menghadirkan pembicara/pemakalah, antara lain:
1.    Pemakalah Utama
a.    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
b.    Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
c.    Gubernur Sulawesi Selatan
2.    Pemakalah Luar Negeri
a.    Jepang
b.    Cina
c.    Korea
d.    Australia
e.     Amerika.
3.    Pemakalah dalam negeri
a.    Pakar bahasa dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di tanah air.
b.    Pakar bahasa Bugis,  Makassar,  Toraja,  Massenrempulu, dan bahasa daerah lain dari  berbagai instansi dan perguruan tinggi di Sulawesi Selatan.
4.    Pemakalah umum terdiri atas bahasawan, sastrawan, budayawan, dan tokoh masyarakat dari berbagai etnis yang ada di Sulawesi Selatan,

WAKTU DAN TEMPAT

1.    Waktu pelaksanaan tanggal  1 s.d 4 Oktober 2012
2.    Kongres akan dilaksanakan di Hotel Clarion, Makassar. (tentatif)

 PESERTA:


1.    Peserta  berasal dari dalam dan luar negeri.
2.    Peserta dari dalam negeri terdiri atas:
a. Pakar, peneliti, dan pemerhati bahasa-bahasa daerah yang diundang sebagai pemakalah;
b.    Peserta dari mahasiswa dan masyarakat lainnya yang memiliki perhatian;
c.    Wakil-wakil instansi dan lembaga-lembaga pendidikan dan kebudayaan;
3. Peserta dari luar negeri terutama pakar-pakar dari Malaysia, Brunai Darrussalam, Singapura, Filipina, Jepang, Korea, Cina, Australia, Amerika, dan Eropa serta dari Afrika Selatan dan Madagaskar.